Kamis, 24 Maret 2011

PEMBERITAHUAN

Pada hari sabtu tanggal 16 April 2011 PUK,PC,PD SP TSK SPSI Se-Jawa Timur akan menyelengarakan Konsolidasi Organisasi

Bertempat di Rumah Makan NIKMAT RASA di Jl, Raya Kraton Pasuruan Jawa Timur dan akan dihadiri PIMPINAN PUSAT SP TSK SPSI

Demikian pemberitahuan ini sekaligus sebagai undangan kepada keluarga besar SP TSK SPSI untuk dapat menghadiri acara tersebut,atas perhatianya diucapkan terima kasih

Jakarta.24 Maret 2011
Hormat Kami,


ttd

PIMPINAN PUSAT SP TSK SPSI

Selasa, 22 Maret 2011

Pelatihan dan Pendidikan PD.TSK-SPSI JABAR 19-20 Maret 2011

Pimpinan Pusat F.SP.TSK SPSI bekerjasama dengan Pimpinan Daerah SP.TSK SPSI Jawa Barat pada tanggal 19-20 Maret 2011 telah menyelenggarakan "Pendidikan dan Pelatihan Ketenagakerjaan". Acara dilaksanakan di Grand Hotel Lembang. Pendidikan dan Pelatihan Ketenagakerjaan dihadiri 150 peserta dari tingkat PUK/PC SP.TSK SPSI se propinsi Jawa Barat.

Hadir dalam acara Pendidikan dan Pelatihan Ketenagakerjaan adalah Kanwil Jamsostek Jawa Barat, Semua Pengurus Pimpinan Pusat F.SP TSK SPSI, semua Jajaran Pimpinan Daerah SP TSK SPSI Jawa-Barat.

Narasumber : Kanwil Jamsostek Jabar, Ketua PPSP TSK SPSI, Hakim Adhoc ("bagaimana cara BERACARA"), Pakar Psikologi UI ("lihai BERNEGOISASI").

Selasa, 15 Maret 2011

SERIKAT PEKERJA ADALAH HAK YANG MELEKAT BAGI PEKERJA

Organisasi yang dibutuhkan pekerja adalah serikat pekerja, tetapi kenyataannya banyak pekerja tidak menyadari bahwa Serikat Pekerja adalah hak yang melekat bagi pekerja (Worker Rights is Human Rights) seperti yang tercantum dalam Deklarasi Universal Hak Asazi Manusia Pasal 23:
  1. Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat pekerjaan yang adil dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan akan pengganguran;
  2. Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama;
  3. Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan menguntungkan, yang memberikan jaminan kehidupan yang bermartabat baik dirinya sendiri maupun keluarganya, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya;
  4. Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.
Kebebasan berserikat dan perlindungan hak berorganisasi juga dituangkan dalam Konvensi ILO No. 87 Tahun 1956 (Freedom Of Association and Protection Of The Right to Organise) dimana pemerintah Indonesia telah meratifikasinya melalui Keppres No. 83 tahun 1998; pasal (2) Para Pekerja dan Pengusaha, tanpa perbedaan apapun, berhak untuk mendirikan dan, menurut aturan organisasi masing – masing, bergabung dengan organisasi – organisasi lain atas pilihan mereka sendiri tanpa pengaruh pihak lain; pasal (4) Organisasi pekerja dan pengusaha tidak boleh dibubarkan atau dilarang kegiatannya oleh penguasa administratif.

KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK UNTUK BERORGANISASI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NO. 83 TAHUN 1998

Tentang

PENGESAHAN KONVENSI ILO NO. 87

MENGENAI

KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK
UNTUK BERORGANISASI
(Lembaran Negara No. 98 tahun 1998)

Konperensi Umum Organisasi Perburuhan Internasional, Setelah disidangkan di San Fransisco oleh Badan Pimpinan Kantor Perburuhan Internasional, dan setelah mengadakan sidangnya yang ketiga puluh satu pada tanggal 17 Juni 1948,

Setelah memutuskan untuk menerima dalam bentuk Konvensi beberapa usul tertentu tentang kebebasan untuk berserikat dan perlindungan atas hak untuk berorganisasi yang menjadi agenda sidang butir ketujuh,

Menimbang bahwa Mukadimah Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional menyatakan "pengakuan atas prinsip kebebasan berserikat" merupakan alat untuk meningkatkan kondisi pekerja dan menciptakan ketenangan,

Menimbang bahwa Deklarasi Philadelphia mengukuhkan bahwa "kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan berserikat merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai kemajuan",

Menimbang bahwa Konperensi Perburuhan Internasional pada sidangnya yang ketiga puluh sembilan, secara aklamasi menerima prinsip-prinsip yang merupakan dasar bagi terbentuknya peraturan internasional,

Menimbang bahwa sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada sidangnya yang kedua, mengajukan prinsip-prinsip tersebut dan meminta Organisasi Perburuhan Internasional untuk terus mengupayakan agar prinsip-prinsip dimaksud memungkinkan untuk dibuat menjadi satu atau beberapa Konvensi internasional,

Menerima pada tanggal 9 Juli 1948 Konvensi berikut yang disebut sebagai Konvensi Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi tahun 1948:

Bab I
Kebebasan Berserikat

Pasal 1

Setiap Anggota Organisasi Perburuhan Internasional untuk mana Konvensi ini berlaku harus melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan berikut.

Pasal 2

Para pekerja dan pengusaha, tanpa perbedaan apapun, berhak untuk mendirikan dan, menurut aturan organisasi masing-masing, bergabung dengan organisasi-organisasi lain atas pilihan mereka sendiri tanpa pengaruh pihak lain.

Pasal 3

1.     Organisasi pekerja dan pengusaha berhak untuk membuat anggaran dasar dan peraturan - peraturan, secara bebas memilih wakil-wakilnya, mengelola administrasi dan aktifitas, dan merumuskan program.

2.     Penguasa yang berwenang harus mencegah adanya campur tangan yang dapat membatasi hak-hak ini atau menghambat praktek-praktek hukum yang berlaku.

Pasal 4

Organisasi pekerja dan pengusaha tidak boleh dibubarkan atau dilarang kegiatannya oleh "penguasa administratif".

Pasal 5

Organisasi pekerja dan pengusaha berhak untuk mendirikan dan bergabung dengan federasi-federasi dan konfederasi-konfederasi dan organisasi sejenis, dan setiap federasi atau konfederasi tersebut berhak untuk berafiliasi dengan organisasi-organisasi pekerja dan pengusaha internasional.

Pasal 6

Ketentuan-ketentuan Pasal 2, 3 dan 4 berlaku untuk federasi dan konfederasi organisasi-organisasi pekerja dan pengusaha.

Pasal 7

"Akuisisi keabsahan" oleh organisasi-organisasi pekerja dan pengusaha, federasi dan konfederasi tidak boleh dilakukan untuk maksud tertentu sehingga membatasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan Pasal 2, 3 dan 4.

Pasal 8

1.     Dalam melaksanakan hak-haknya berdasarkan Konvensi ini para pekerja dan pengusaha serta organisasi mereka, sebagaimana halnya perseorangan atau organisasi perkumpulan lainnya, harus tunduk pada hukum nasional yang berlaku.
2.     Hukum nasional yang berlaku tidak boleh memperlemah atau diterapkan untuk memperlemah ketentuan-ketentuan yang dijamin dalam Konvensi.

Pasal 9

1.    Ketentuan yang dijamin sebagaimana dinyatakan Konvensi yang diberlakukan untuk angkatan bersenjata dan polisi harus diatur dengan hukum dan perundingan nasional.

2.   Sesuai dengan prinsip yang tercantum dalam ayat 8 pasal 19 Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional, ratifikasi Konvensi oleh Anggota tidak boleh dianggap mempengaruhi hukum, penghargaan, kebiasaan atau kesepakatan yang ada dengan mempertimbangkan bahwa anggota angkatan bersenjata atau polisi dapat menggunakan haknya sebagaimana dijamin Konvensi.

Pasal 10

Dalam Konvensi ini yang dimaksud dengan "organisasi" adalah organisasi pekerja dan pengusaha yang didirikan untuk melanjutkan dan membela kepentingan pekerja dan pengusaha.

Bab II
Perlindungan Hak Berorganisasi

Pasal 11

Setiap Anggota Organisasi Perburuhan Internasional untuk mana Konvensi ini berlaku harus mengambil langkah-langkah yang perlu dan tepat untuk menjamin bahwa para pekerja dan pengusaha dapat melaksanakan secara bebas hak-hak berorganisasi.

Bab III
Ketentuan Lain-lain

Pasal 12

1.   Sehubungan dengan wilayah sebagaimana dimaksud pasal 35 Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional sebagaimana diubah dengan Perangkat Amandemen Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional, 1946, selain dari wilayah sebagaimana dimaksud ayat 4 dan 5 dari pasal perubahan tersebut, setiap Anggota organisasi yang meratifikasi Konvensi ini harus menyampaikan kepada Direktur Jenderal Kantor Organisasi Perburuhan Internasional dengan atau segera setelah pernyataan ratifikasi sebuah deklarasi yang menyatakan bahwa :

(a).  wilayah yang bersangkutan tunduk kepada ketentuan-ketentuan Konvensi yang diberlakukan tanpa tambahan apapun;
(b). wilayah yang bersangkutan tunduk kepada ketentuan-ketentuan Konvensi dengan perubahan-perubahan, dengan menyertakan perubahan tersebut secara rinci.
(c).   wilayah yang bersangkutan tidak dapat menerapkan ketentuan Konvensi, dengan menyertakan alasannya.
(d). wilayah yang bersangkutan memutuskan mempertimbangkan kembali.

2.     Langkah-langkah sebagaimana dimaksud sub - ayat (a) dan (b), ayat 1 Pasal ini harus dianggap bagian integral daripada ratifikasi dan mempunyai kekuatan hukum ratifikasi.

3.     Setiap Anggota dapat sewaktu-waktu dengan pernyataan berikutnya menunda seluruh atau sebagian pertimbangan yang dibuat melalui naskah asli pernyataan dengan memperhatikan ketentuan sub-ayat (b), (c) atau (d) ayat 1 Pasal ini.

4.     Setiap Anggota dapat, sewaktu-waktu mencabut ratifikasi Konvensi ini sesuai dengan ketentuan Pasal 16, dan menyampaikannya kepada Direktur Jenderal mengenai maksud perubahan atas syarat-syarat perubahan terdahulu dan menyatakan pendirian sekarang sehubungan dengan wilayah-wilayah tersebut.

Pasal 13

1.     Bilamana hal-hal pokok Konvensi dilaksanakan dalam suatu wilayah non - metropolitan yang mempunyai kekuasaan mandiri, maka Anggota yang bertanggung jawab atas hubungan internasional wilayah yang bersangkutan dapat, dengan persetujuan pemerintah wilayah yang bersangkutan, menyampaikan kepada Direktur Jenderal Organisasi Perburuhan Internasional pernyataan menerima kewajiban-kewajiban Konvensi ini atas nama wilayah yang bersangkutan.

2.     Pernyataan menerima kewajiban - kewajiban Konvensi ini dapat disampaikan kepada Direktur Jenderal Organisasi Perburuhan Internasional oleh -

(a). dua atau lebih Anggota organisasi sehubungan dengan wilayah yang berada dalam kekuasaan gabungan ; atau
(b). penguasa internasional yang bertanggung jawab atas administrasi suatu wilayah, dengan mengingat Piagam Perserikatan Bangsa - Bangsa atau sejenisnya, sehubungan dengan wilayah tersebut.

3.     Pernyataan yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Kantor Organisasi Perburuhan Internasional sesuai dengan ayat-ayat terdahulu Pasal ini harus menyebutkan apakah ketentuan-ketentuan Konvensi akan diterapkan di wilayah yang bersangkutan tanpa perubahan atau dengan perubahan; bilamana pernyataan menyebutkan bahwa ketentuan - ketentuan Konvensi akan diterapkan dengan perubahan, harus disebutkan secara rinci perubahan-perubahan dimaksud.

4.     Anggota, beberapa Anggota, atau penguasa internasional yang bersangkutan dapat sewaktu-waktu dengan pernyataan berikutnya membatalkan seluruh atau sebagian hak untuk memperbaiki suatu perubahan yang disebutkan pada pernyataan terdahulu.

5.     Anggota, beberapa Anggota, atau penguasa internasional yang bersangkutan dapat sewaktu-waktu, dimana ratifikasi Konvensi ini dapat dicabut sesuai dengan ketentuan Pasal 16, menyampaikan kepada Direktur Jenderal mengenai maksud perubahan atas syarat-syarat perubahan terdahulu dan menyatakan pendirian sekarang sehubungan dengan wilayah-wilayah tersebut.

Bab IV
Ketentuan-Ketentuan Akhir

Pasal 14

Ratifikasi resmi Konvensi ini harus disampaikan kepada Direktur Jenderal Organisasi Perburuhan Internasional untuk didaftarkan.

Pasal 15

1.     Konvensi ini mengikat hanya kepada Anggota Organisasi Perburuhan Internasional yang ratifikasinya telah didaftarkan oleh Direktur Jenderal.

2.     Konvensi ini mulai berlaku 12 bulan sejak tanggal dimana ratifikasi oleh dua Anggota Organisasi Perburuhan Internasional didaftarkan pada Direktur Jenderal.

3.     Selanjutnya Konvensi ini akan mulai berlaku terhadap setiap Anggota setelah 12 bulan sejak tanggal ratifikasi didaftarkan.

Pasal 16

1.     Anggota yang telah meratifikasi Konvensi ini, setelah lewat waktu 10 tahun terhitung dari tanggal Konvensi ini mulai berlaku, dapat membatalkannya dengan menyampaikan suatu keterangan kepada Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional untuk didaftarkan. Pembatalan demikian baru akan mulai berlaku satu tahun sesudah tanggal pendaftarannya.

2. Tiap-tiap Anggota yang telah meratifikasi Konvensi ini dan tidak menggunakan hak pembatalan menurut ketentuan pada ayat satu tersebut di atas dalam tahun berikutnya setelah lewat sepuluh tahun seperti termaksud pada ayat di atas, akan terikat untuk 10 tahun lagi dan sesudah itu dapat membatalkan Konvensi ini pada waktu berakhirnya tiap - tiap masa 10 tahun menurut ketentuan yang tercantum pada Pasal ini.

Pasal 17

1.     Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional harus memberitahukan kepada segenap Anggota Organisasi Perburuhan Internasional tentang pendaftaran semua ratifikasi, keterangan dan pembatalan yang disampaikan kepadanya oleh Anggota Organisasi.

2.     Pada waktu memberitahukan kepada Anggota Organisasi tentang pendaftaran dan ratifikasi kedua yang disampaikan kepadanya, Direktur Jenderal harus memperingatkan Anggota Organisasi tanggal mulai berlakunya Konvensi ini.

Pasal 18

Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional harus menyampaikan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk didaftarkan, sesuai dengan Pasal 102 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa hal ikwal mengenai semua ratifikasi, keterangan dan pembatalan yang didaftarkannya menurut ketentuan Pasal-Pasal tersebut di atas.

Pasal 19

Pada waktu berakhirnya tiap-tiap masa sepuluh tahun setelah mulai berlakunya Konvensi ini Badan Pimpinan Kantor Perburuhan Internasional harus menyerahkan laporan mengenai pelaksanaan Konvensi ini kepada Konperensi Umum dan harus mempertimbangkan apakah soal perubahan Konvensi ini seluruhnya atau sebagian perlu ditempatkan dalam Agenda Konperensi.

Pasal 20

1.     Jika Konperensi menerima Konvensi baru yang mengubah sebagian atau seluruh Konvensi ini, kecuali Konvensi baru menentukan lain, maka :

(a). dengan menyimpang dari ketentuan pasal 11, ratifikasi Konvensi baru oleh Anggota berarti pembatalan Konvensi ini pada saat itu juga karena hukum, jika dan pada waktu Konvensi baru itu mulai berlaku;
(b). mulai pada tanggal Konvensi berlaku, Konvensi ini tidak dapat diratifikasi lagi oleh Anggota.

2.     Bagaimana juga Konvensi ini akan tetap berlaku dalam bentuk dan isi yang asli bagi Anggota yang telah meratifikasinya, tetapi belum meratifikasi Konvensi baru.

Pasal 21

Bunyi naskah Konvensi ini dalam bahasa Inggris dan Perancis kedua-duanya adalah resmi.

DEKLARASI PHILADELPIA

Ø      Tenaga kerja bukanlah barang dagangan;

Ø      Kebebasan mengeluarkan pendapat dan kebebasan berserikat adalah penting untuk mencapai dan mempertahankan kemajuan yang telah dicapai;

Ø      Dimana ada kemiskinan, di situ kesejahteraan terancam;

Ø      Semua manusia, tanpa memandang ras, asal usul, atau jenis kelamin, berhak mengupayakan kesejahteraan jasmani dan rohani dalam kondisi-kondisi yang menghargai kebebasan, harkat dan martabat manusia, dan kondisi-kondisi yang memberikan jaminan ekonomi dan kesempatan yang sama.

IKRAR ANGGOTA SP TSK

1.     Kami Anggota Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2.     Kami Anggota Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang setia kepada Pancasila dan UUD 1945, serta taat kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

3.     Kami Anggota Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang selalu siap mempertahankan persatuan dan kesatuan Bangsa.

4.     Kami Anggota Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang beretos kerja Produktif, Jujur, Disiplin dan Bertanggung Jawab.

5.     Kami Anggota Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang siap bertekad mengembangkan kemitraan dalam Hubungan Industrial.

Senin, 14 Maret 2011

ANGGARAN RUMAH TANGGA

ART FSPTSK-SPSI
Lampiran : Surat Keputusan No. Kep.006/Munas VII/TSK-SPSI/06/2009
Tanggal : 24 Juni 2009


ANGGARAN RUMAH TANGGA
SERIKAT PEKERJA TEKSTIL, SANDANG DAN KULIT
SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA

BAB I
K E A N G G O T A A N

Pasal 1
CARA MENJADI ANGGOTA

Setiap Serikat Pekerja sektor tekstil, sandang dan kulit dapat diterima menjadi anggota SP TSK – SPSI dengan syarat harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

a.     Mengajukan permintaan menjadi anggota secara tertulis.
b.     Membuat pernyataan kesanggupan menerima dan mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia.
c.     Membayar Uang Pangkal pada saat pendaftaran.
d.     Dalam hal Pimpinan Unit Kerja belum terbentuk dan atau pekerja dalam hubungan kerja yang tidak tetap didalam suatu kawasan kegiatan ekonomi, permintaan menjadi anggota di alamatkan kepada Pimpinan Cabang atau kepada Pimpinan Daerah bilamana ditempat tersebut belum / tidak terdapat Pimpinan Cabang.

Pasal 2
KEWAJIBAN ANGGOTA

Setiap Anggota berkewajiban :
a.     Mentaati seluruh keputusan-keputusan Musyawarah Nasional, Musyawarah Daerah, Musyawarah Cabang dan Musyawarah Unit Kerja.
b.     Mentaati dan melaksanakan semua Peraturan dan Keputusan Organisasi.
c.     Berani menentang setiap usaha dan tindakan yang merugikan kepentingan Organisasi dan atau Anggota.
d.     Membayar Uang Pangkal pada saat pendaftaran, uang Iuran setiap bulan dan Uang Konsolidasi Organisasi yang ditetapkan oleh Organisasi.

Pasal 3
HAK ANGGOTA

Setiap Anggota berhak :

a.     Memperoleh perlakuan yang sama dari Organisasi.
b.     Mengeluarkan pendapat dan mengajukan usul-usul serta saran.
c.     Memilih dan dipilih.
d.     Memperoleh perlindungan, pembelaan, pendidikan, penataran dan bimbingan dari Organisasi.
e.     Memperoleh Kartu Tanda Anggota (KTA).

BAB II
PENGHENTIAN KEANGGOTAAN

Pasal 4
BERAKHIRNYA KEANGGOTAAN

Setiap anggota dinyatakan berhenti sebagai anggota SP TSK – SPSI dikarenakan :
a.     Perusahaan tutup
b.     Seluruh Pimpinan dan Anggotanya PUK SP TSK – SPSI yang telah menyatakan dirinya secara pribadi-pribadi keluar dari keanggotaan PUK SP TSK – SPSI dan disampaikan secara tertulis di atas materai cukup dan disampaikan kepada perangkat organisasi diatasnya.

Pasal 5
PEMBERHENTIAN DARI ANGGOTA

Prosedur dan penetapan berakhirnya keanggotaan :
a.     Pimpinan PUK SP TSK – SPSI melaporkan secara tertulis kepada perangkat atas organisasi dan sekaligus menyebutkan kekayaan organisasi.
b.     Pernyataan secara pribadi keluar dari keanggotaan SP TSK – SPSI disampaikan secara tertulis di atas materai cukup dan disampaikan kepada perangkat organisasi diatasnya.
c.     Perangkat atas Organisasi menetapkan dan sekaligus melaporkan kepada perangkat atas Organisasi maupun Instansi terkait.

Pasal 6

Pemberhentian anggota Pimpinan Unit Kerja SP TSK – SPSI dinyatakan karena :
a.     Meninggal dunia
b.     Mengajukan surat pernyataan tertulis secara pribadi dari keanggotaan PUK SP TSK – SPSI diatas materai cukup dan disampaikan kepada perangkat organisasi diatasnya.
c.     Diberhentikan oleh organisasi. Pimpinan Unit Kerja SP TSK – SPSI atas Keputusan Rapat Organisasi dikarenakan dengan sengaja tak melaksanakan kewajibannya atau bertentangan dengan azas dan tujuan Organisasi.

BAB III
KARTU TANDA ANGGOTA

Pasal 7

Format Kartu Tanda Anggota (KTA) dibuat oleh Pimpinan Pusat, dan pembuatan KTA diserahkan pada Pimpinan Cabang, beserta pendataannya pada setiap Pimpinan Unit Kerja.

BAB IV
A T R I B U T

Pasal 8
BENDERA DAN PANJI

Bendera dan Panji SP TSK – SPSI berwarna dasar biru tua dengan lambang ditengah-tengahnya.

Pasal 9
L A M B A N G

(1)    Lambang SP TSK – SPSI sebagaimana terlukis dalam Lembaran Khusus yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Anggaran Rumah Tangga ini beserta penjelasan arti dan maknanya, adalah ciri khas Organisasi yang melukiskan kesatuan dan persatuan serta semangat kaum pekerja tekstil, sandang dan kulit.

(2)    Lambang tersebut mengadung arti dan makna kejernihan berfikir, kelapangan dan keluasan pandangan serta semangat, keberanian, keteguhan dan tanggung jawab yang besar setiap Anggota dalam bertindak untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.

Pasal 10
L A G U

Disamping lagu hymne SPSI dan mars Pekerja Indonesia yang telah dimiliki oleh SPSI, SP TSK – SPSI juga memiliki lagu yang akan diciptakan kemudian paling lambat 1 (satu) tahun setelah ditetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini.

Pasal 11
I K R A R

Anggota Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia memiliki Ikrar yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

1.     Kami Anggota Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2.     Kami Anggota Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang setia kepada Pancasila dan UUD 1945, serta taat kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

3.     Kami Anggota Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang selalu siap mempertahankan persatuan dan kesatuan Bangsa.

4.     Kami Anggota Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang beretos kerja Produktif, Jujur, Disiplin dan Bertanggung Jawab.

5.     Kami Anggota Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang siap bertekad mengembangkan kemitraan dalam Hubungan Industrial.

BAB V
PEMBENTUKAN DAN PEMBUBARAN
PIMPINAN UNIT KERJA, PIMPINAN CABANG DAN PIMPINAN DAERAH

Pasal 12
PEMBENTUKAN DAN PEMBUBARAN PIMPINAN UNIT KERJA

(1)    Pimpinan Cabang atau Pimpinan Daerah (jika disuatu Kabupaten/Kota, belum/tidak terdapat Pimpinan Cabang) atau Pimpinan Pusat (jika disuatu Provinsi belum/tidak terdapat Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang) berwenang membentuk Pimpinan Unit Kerja disuatu kawasan kegiatan ekonomi yang didalamnya terdapat sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja.

(2)    Pembentukan Unit Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatas dilakukan oleh Pimpinan Cabang atau Pimpinan Daerah (jika disuatu Kabupaten/Kota, belum/tidak terdapat Pimpinan Cabang) atau Pimpinan Pusat (jika disuatu Provinsi belum/tidak terdapat Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang) dan dilaksanakan secara Demokratis, dengan syarat :
a.     Dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah anggota yang terdaftar.
b.     Personalia Pimpinan Unit Kerja dipilih dari dan oleh peserta pembentukan Pimpinan Unit Kerja dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Anggaran Dasar.

(3)    Pimpinan Cabang atau Pimpinan Daerah (jika disuatu Kabupaten/Kota, belum/tidak terdapat Pimpinan Cabang) atau Pimpinan Pusat (jika disuatu Provinsi belum/tidak terdapat Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang) berwenang membubarkan Pimpinan Unit Kerja, dikarenakan :
a.     Badan Usaha atau kawasan kegiatan ekonomi tersebut ditutup atau membubarkan diri, atau
b.     Jumlah anggota berkurang sehingga tidak lagi sampai 10 (sepuluh) orang, dengan tanpa menggugurkan hak dan kewajiban Anggota yang masih ada.

(4)    Segala akibat yang ditimbulkan dari pembentukan dan atau pembubaran Pimpinan Unit Kerja menjadi tanggung jawab Pimpinan Cabang atau Pimpinan Daerah atau Pimpinan Pusat.

(5)    Setiap pembentukan dan pembubaran Pimpinan Unit Kerja harus dilaporkan secara rinci kepada Perangkat Organisasi diatasnya.

Pasal 13
PEMBENTUKAN DAN PEMBUBARAN PIMPINAN CABANG

(1)    Pimpinan Daerah atau Pimpinan Pusat (jika disuatu proponsi belum/tidak terdapat Pimpinan Daerah) berwenang untuk membentuk Pimpinan Cabang apabila :
a.     Disuatu Kabupaten/Kota yang didalamnya telah berdiri sedikitnya 5 (lima) Pimpinan Unit Kerja dan memiliki anggota minimal 500 orang.
b.     Disepakati penggabungan lebih dari suatu Kabupaten/Kota yang masing-masing Kabupaten/Kota tersebut terdapat kurang dari 5 (lima) Pimpinan Unit Kerja.

 (2)   Pembentukan Pimpinan Cabang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatas, dilakukan oleh Pimpinan Daerah atau Pimpinan Pusat (jika suatu Provinsi belum/tidak terdapat Pimpinan Daerah) dan dilaksanakan secara Demokratis dengan syarat :
a.     Dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah Pimpinan Unit Kerja se Kabupaten/Kota.
b.     Personalia Pimpinan Cabang dipilih dari dan oleh peserta pembentukan Pimpinan Cabang dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Anggaran Dasar.

(3)    Pimpinan Daerah atau Pimpinan Pusat (jika suatu propinsi belum/tidak terdapat Pimpinan Daerah) berwenang membubarkan Pimpinan Cabang, dikarenakan jumlah Pimpinan Unit Kerja di Kabupaten/Kota tidak lagi mencapai 5 (lima) Pimpinan Unit Kerja atau kurang dari 500 anggota dengan tanpa menggugurkan hak dan kewajiban Pimpinan Unit Kerja yang masih tersisa.

(4)    Segala akibat yang ditimbulkan dari pembentukan dan atau pembubaran Pimpinan Cabang menjadi tanggung jawab Pimpinan Daerah atau Pimpinan Pusat.

(5)    setiap pembubaran dan pembentukan Pimpinan Cabang harus dilaporkan secara rinci kepada perangkat organisasi diatasnya dan atau didalam Musyawarah Pimpinan atau Musyawarah Nasional.

Pasal 14
PEMBENTUKAN DAN PEMBUBARAN PIMPINAN DAERAH

(1)    Pimpinan Pusat berwenang membentuk Pimpinan Daerah disuatu propinsi, didalamnya :
a.     Telah berdiri sedikitnya 3 (tiga) Pimpinan Cabang atau
b.     Telah berdiri paling sedikit 9 (sembilan) Unit Kerja yang tersebar dibeberapa Kabupaten/Kota yang tidak memenuhi syarat dibentuk Pimpinan Cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) Anggaran Rumah Tangga ini.

(2)    Pembentukan Pimpinan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatas, dilakukan oleh Pimpinan Pusat dan dilaksanakan secara Demokratis dengan syarat :
a.     Dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah Pimpinan Unit Kerja dari beberapa Kabupaten/Kota didalam suatu propinsi.
b.     Personalia Pimpinan Daerah terpilih dari dan oleh peserta pembentukan Pimpinan Daerah dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Anggaran Dasar.

(3)    Pimpinan Pusat berwenang membubarkan Pimpinan Daerah dikarenakan jumlah Pimpinan Cabang disuatu propinsi tidak lagi mencapai 3 (tiga) Pimpinan Cabang dan atau jumlah Pimpinan Unit Kerja tidak lagi mencapai 9 (sembilan) Unit Kerja yang tersebar di beberapa Kabupaten/Kota dengan tanpa menggugurkan hak dan kewajiban Pimpinan Cabang dan atau Pimpinan Unit Kerja yang masih tersisa.

(4)    Segala akibat yang ditimbulkan dari pembentukan dan pembubaran Pimpinan Daerah menjadi tanggung jawab Pimpinan Pusat.

(5)    Setiap pembentukan dan pembubaran Pimpinan Daerah harus dilaporkan secara terperinci didalam Musyawarah Pimpinan dan atau Musyawarah Nasional.

BAB VI
KOMPOSISI PIMPINAN ORGANISASI

Pasal 15
KOMPOSISI PIMPINAN PUSAT

Komposisi Pimpinan Pusat terdiri dari :
a.     5 (lima) orang Dewan Penasehat
b.     Seorang Ketua Umum
c.     Beberapa orang Ketua
d.     Seorang Sekretaris Umum
e.     Beberapa orang Sekretaris
f.      Seorang Bendahara
g.     Seorang Wakil Bendahara

Pasal 16
KOMPOSISI PIMPINAN DAERAH

Komposisi Pimpinan Daerah terdiri dari :
a.     Seorang Ketua dan beberapa orang Wakil Ketua
b.     Seorang Sekretaris dan beberapa orang Wakil Sekretaris
c.     Seorang Bendahara.
d.     Seorang Wakil Bendahara.

Pasal 17
KOMPOSISI PIMPINAN CABANG

(1)    Komposisi Pimpinan Cabang terdiri dari :
a.     Seorang Ketua dan beberapa orang Wakil Ketua
b.     Seorang Sekretaris dan beberapa orang Wakil Sekretaris.
c.     Seorang Bendahara.

(2)    Dengan ketentuan apabila kondisi Anggota / PUK SP TSK – SPSI dibawah 9 (sembilan) PUK maka Komposisinya perjabatan seorang dan apabila lebih 9 (sembilan) PUK perlu ditambah seorang wakil Bendahara.

Pasal 18
KOMPOSISI PIMPINAN UNIT KERJA

Komposisi Pimpinan Unit Kerja terdiri dari :
a.     Sekurang-kurangnya terdiri dari 1 (satu) orang Ketua, 1 (satu) orang Sekretaris dan 1 (satu) orang Bendahara.
b.     Pimpinan Unit Kerja diwajibkan membentuk dan mengukuhkan perwakilan keanggotaan yang dipilih atau diajukan oleh pekerja yang mewakili bagian-bagian di perusahaan.
c.     Secara teknis pembentukan ataupun pemilihan sepenuhnya diserahkan kepada PUK SP TSK – SPSI dengan memperhatikan kondisi dan situasi keanggotaan maupun perusahaan.

BAB VII
SYARAT MENJADI PIMPINAN

Pasal 19
SYARAT MENJADI PIMPINAN PUSAT

a.     Telah menjadi Keanggotaan sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
b.     Tidak menjadi Keanggotaan Serikat Pekerja / Serikat Buruh yang lain.
c.     Memahami Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
d.     Lulus seleksi kelayakan.

Pasal 20
SYARAT MENJADI DEWAN PENASEHAT

a.     Pernah menjadi Pengurus Pusat dan atau Pengurus Daerah.
b.     Tidak pernah mengundurkan diri sebagai Pengurus atau diberhentikan oleh organisasi.
c.     Tidak menjadi keanggotaan serikat pekerja lain.
d.     Mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 21
SYARAT MENJADI PIMPINAN DAERAH

a.     Telah menjadi Keanggotaan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.
b.     Tidak menjadi Keanggotaan Serikat Pekerja / Serikat Buruh yang lain.
c.     Memahami Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
d.     Lulus seleksi kelayakan.

Pasal 22
SYARAT MENJADI PIMPINAN CABANG

a.     Telah menjadi Keanggotaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
b.     Tidak menjadi Keanggotaan Serikat Pekerja / Serikat Buruh yang lain.
c.     Memahami Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
d.     Lulus seleksi / kelayakan.

Pasal 23
SYARAT MENJADI PIMPINAN UNIT KERJA

a.     Tidak menjadi Keanggotaan Serikat Pekerja / Serikat Buruh yang lain.
b.     Memahami Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
c.     Lulus seleksi / kelayakan.

BAB VIII
PESERTA DAN HAK SUARA
DALAM MUSYAWARAH DAN RAPAT – RAPAT

Pasal 24
PESERTA DAN HAK SUARA DALAM MUSYAWARAH NASIONAL DAN
MUSYAWARAH NASIONAL LUAR BIASA

(1)    Peserta dan hak suara dalam Musyawarah Nasional dan Musyawarah Nasional Luar Biasa terdiri dari :
a.     Utusan PUK
b.     Utusan Pimpinan Cabang
c.     Utusan Pimpinan Daerah
d.     Utusan Pimpinan Pusat.

(2)    Hak suara utusan Pimpinan Cabang, Pimpinan Daerah dan Pimpinan Pusat masing-masing 1 (satu) suara.

(3)    Hak suara Utusan PUK diperhitungkan dari jumlah keanggotaannya, dengan ketentuan kurang dari 500 orang 1 (satu) suara, selanjutnya setiap kelipatan sampai dengan 500 orang ditambah 1 (satu) suara.

(4)    Setiap peserta mempunyai hak suara.

Pasal 25
PESERTA DAN HAK SUARA DALAM MUSYAWARAH PIMPINAN

(1)    Peserta Musyawarah Pimpinan terdiri dari :
a.     Seluruh pengurus Pimpinan Pusat.
b.     Utusan Pimpinan Daerah.
c.     Utusan Pimpinan Cabang.

(2)    Setiap peserta mempunyai hak suara.

Pasal 26
PESERTA DAN HAK SUARA DALAM MUSYAWARAH DAERAH

(1)    Peserta Musyawarah Daerah terdiri dari :
a.     Utusan PUK
b.     Utusan Pimpinan Cabang
c.     Utusan Pimpinan Daerah.

(2)    Hak suara utusan Pimpinan Cabang dan utusan Pimpinan Daerah masing-masing 1 (satu) suara.

(3)    Hak suara utusan PUK diatur sebagai berikut :
        Hak suara Utusan PUK diperhitungkan dari jumlah keanggotaannya, dengan ketentuan kurang dari 500 orang 1 (satu) suara), selanjutnya setiap kelipatan sampai dengan 500 orang ditambah 1 (satu) suara .

(4)    Setiap peserta mempunyai hak suara.

Pasal 27
PESERTA DAN HAK SUARA DALAM MUSYAWARAH CABANG

(1)    Peserta Musyawarah Cabang terdiri dari :
a.     Utusan Pimpinan Unit Kerja
b.     Utusan Pimpinan Cabang.

(2)    Hak suara Pimpinan Cabang masing-masing Pengurus 1 (satu) suara.

(3)    Hak suara PUK diatur sebagai berikut :
        Hak suara Utusan PUK diperhitungkan dari jumlah keanggotaannya, dengan ketentuan kurang dari 500 orang 1 (satu) suara, selanjutnya setiap kelipatan sampai dengan 500 orang ditambah 1 (satu) suara .

(4)    Setiap peserta mempunyai hak suara.

Pasal 28
PESERTA DAN HAK SUARA DALAM MUSYAWARAH UNIT KERJA

(1)    Peserta Musyawarah Unit Kerja terdiri dari :
a.     Keanggotaan PUK SP TSK – SPSI dan atau Perwakilan.
b.     Pimpinan Unit Kerja.

(2)    Setiap Keanggotaan maupun Pimpinan mempunyai hak 1 (satu) suara.

(3)    Dalam pelaksanaannya dapat dihadiri seluruh Keanggotaan dan bila tidak memungkinkan serta disepakati bersama maka dapat dihadiri oleh Perwakilan dengan diberikan mandat oleh Keanggotaan yang diwakilinya.

Pasal 29
RAPAT – RAPAT KERJA

Rapat – rapat kerja :
(1)    Rapat Kerja Nasional, Daerah, Cabang diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali dalam satu periode.

(2)    Rapat Kerja Unit Kerja diadakan sekurang-kurangnya sekali diantara dua MUSNIK.

(3)    Rapat Kerja adalah Forum Konsultasi, Informasi dan Evaluasi serta Koordinasi pelaksanaan teknis Program Organisasi.

(4)    Bilamana diperlukan pada Rapat Kerja dapat dilakukan perubahan/perombakan Pengurus yang tidak aktif.

(5)    Rapat Kerja Nasional dihadiri oleh Pimpinan Pusat, utusan Pimpinan Daerah dan utusan Pimpinan Cabang.

(6)    Rapat Kerja Daerah dihadiri oleh utusan Pimpinan Pusat, Pimpinan Daerah dan utusan Pimpinan Cabang.

(7)    Rapat Kerja Cabang dihadiri oleh utusan Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang dan utusan Pimpinan Unit Kerja.

(8)    Rapat kerja Unit Kerja dihadiri utusan Pimpinan Cabang, Pimpinan Unit Kerja dan Perwakilan Anggota.


Pasal 30
TATA KERJA DAN PEMBIDANGAN TUGAS

(1)    Sistem Tata Kerja seluruh perangkat organisasi bersifat kolektif, yaitu semua pengambilan kebijaksanaan organisasi ditempuh melalui musyawarah dan diputuskan bersama dan dipertanggung jawabkan secara bersama.

(2)    Pembidangan tugas dan pembagian kerja diantara anggota pimpinan serta tata kerjanya secara lebih terinci diatur dalam tata kerja ditingkat masing-masing.

BAB IX
PERANGKAPAN JABATAN

Pasal 31

Pada prinsipnya anggota Pimpinan SP TSK – SPSI tidak diperbolehkan memegang jabatan rangkap pada semua tingkatan organisasi.

Pasal 32
JANJI PIMPINAN

Kami Pimpinan SP TSK – SPSI dengan ini berjanji dengan sungguh-sungguh untuk :

a.     Mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga secara murni dan konsekwen.
b.     Selalu memperhatikan aspirasi anggota.
c.     Bertindak adil, jujur dan bertanggung jawab serta mengutamakan persatuan dan kesatuan.

Pasal 33
BERHENTI DARI KEPEMIMPINAN

Pimpinan dinyatakan berhenti, karena :
a.     Mengundurkan diri
b.     Tindakan Indisipliner
c.     Meninggal Dunia

Pasal 34
TINDAKAN DISIPLIN

a.     Peringatan
b.     Skorsing
c.     Pemecatan

Pasal 35
PEMECATAN PIMPINAN

(1)    Tindakan pemecatan terhadap Pimpinan diambil, karena :
a.     Melalaikan tugas
b.     Menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi
c.     Menyalahgunakan hak milik organisasi untuk kepentingan pribadi.

(2)    Tindakan pemecatan dilaksanakan oleh Pimpinan dari perangkat masing-masing atas dasar keputusan rapat yang diadakan khusus untuk itu.

(3)    Tindakan pemecatan diambil setelah melalui proses peringatan tertulis sebanyak tiga kali.

Pasal 36
PEMBELAAN DIRI

(1)    Pembelaan diri akibat pemecatan dilakukan dalam Rapat Pimpinan sesuai tingkatan.

(2)    Apabila ternyata tidak terbukti adanya kesalahan, diadakan Rehabilitasi pada waktu Musyawarah Nasional / Rapat Pimpinan Nasional / Musyawarah Daerah / Rapat Kerja Daerah / Musyarawah Cabang / Rapat Kerja Cabang / Musyawarah Unit Kerja / Rapat Kerja Unit Kerja.

Pasal 37
PEMBELAAN DIRI MENURUT TINGKATAN

Untuk pelaksanaan tindakan Indisipliner disetiap tingkatan masing-masing dan berdasarkan isi Pasal 33 dan Pasal 34 Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 38
PERGANTIAN PIMPINAN ANTAR WAKTU

(1)    Pergantian pimpinan antar waktu adalah Pengisian Lowongan Jabatan Kepengurusan Organisasi karena salah seorang pimpinan mengundurkan diri, diberhentikan atau meninggal dunia.

(2)    Pengisian Lowongan Jabatan Kepengurusan antar waktu dilakukan melalui Rapat Kepengurusan SP TSK – SPSI ditingkat masing-masing dan disahkan oleh perangkat setingkat diatasnya.

BAB X
K E U A N G A N

Pasal 39
KETENTUAN UANG PANGKAL DAN UANG IURAN ORGANISASI

Besar uang Pangkal dan uang Iuran ditetapkan sebagai berikut :

a.     Uang Pangkal dipungut sebesar 2 (dua) % dari upah kotor sebulan pada waktu pendaftaran.
b.     Uang Iuran bulanan dipungut sebesar 1 (satu) % dari upah kotor perbulan.
c.     Uang Konsolidasi ditetapkan berdasarkan hasil dari perjuangan diatas normatif dan tidak lebih dari 10 % dari total hasil yang diperjuangkan.

Pasal 40
PEMBAGIAN UANG PANGKAL DAN UANG IURAN

(1)    Pembagian uang Pangkal untuk perangkat SP TSK – SPSI diatur sebagai berikut:
a.     50 % untuk PUK SP TSK – SPSI
b.     25 % untuk PC SP TSK – SPSI
        c.     15 % untuk PD SP TSK – SPSI
        d.     10 % untuk PP SP TSK – SPSI

(2)    Uang Iuran anggota dipergunakan bagi SP TSK – SPSI dengan perincian sebagai berikut :
a.     50 % untuk PUK SP TSK – SPSI
b.     25 % untuk PC SP TSK – SPSI
c.     10 % untuk PD SP TSK – SPSI
d.     5 % untuk PP SP TSK – SPSI
e.     10 % untuk seluruh perangkat SPSI, dengan ketentuan :
5 % untuk DPC Konfederasi SPSI
3 % untuk DPD Konfederasi SPSI
2 % untuk DPP Konfederasi SPSI.

Pasal 41
CHECK OFF SYSTEM

(1)    Teknik pelaksanaan pembayaran Iuran dilaksanakan dengan Check Off System.

(2)    Penyetoran uang Iuran dilakukan melalui Rekening Bank masing-masing perangkat Organisasi.

(3)    Setiap perangkat Organisasi diwajibkan menyampaikan Laporan Keuangan secara periodik minimal 6 (enam) bulan sekali kepada perangkat dibawah dan diatasnya.

(4)    Pedoman pelaksanaan pemungutan uang Pangkal, uang Iuran serta mekanisme dan management keuangan organisasi diatur didalam Peraturan Organisasi.

Pasal 42
K E S E K R E T A R I A T A N

(1)    Untuk menyelenggarakan administrasi SP TSK – SPSI dibutuhkan sekretariat.

(2)    Struktur Organisasi dan badan-badan kelengkapan serta tata kerja sekretariat ditetapkan oleh Pimpinan SP TSK – SPSI ditingkat masing-masing.

BAB XI
P E N U T U P

Pasal 43

Hal-hal lain yang belum ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur dalam Peraturan Organisasi.

Pasal 44
PEMBERLAKUAN

(1)    Dengan ditetapkannya Anggaran Rumah Tangga ini, maka Anggaran Rumah Tangga SP TSK – SPSI hasil keputusan Musyawarah Nasional tanggal 06 Juni 2004 dinyatakan tidak berlaku lagi.

(2)    Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di : Denpasar
Pada tanggal : 24Juni 2009

PIMPINAN
MUSYAWARAH NASIONAL VII
SERIKAT PEKERJA TEKSTIL, SANDANG DAN KULIT
SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA


1. Ahmad Supriyadi, SE. : :
Ketua Merangkap Anggota


2. Agus Sutrisno :
Sekretaris Merangkap Anggota


3. Hj. Harry Ratmini :
Anggota


4. Teguh Subchan, SE. :
A n g g o t a



5. I Gde Sumerteyasa :
A n g g o t a